Tittle : Winner
|| Cast : Zhang Yixing and Yoo Jisun || Genre : Romance and fluff || Length :
Ficlet || Rating : T || Author : K-Writer / @lexuzen_s4
---o0o---
Namanya Yixing. Pria
asal China yang sudah tiga tahun berkuliah di Negeri Ginseng ini. Ia luar biasa
polos dan lugu. Untuk pria seumurannya, keluguannya itu mungkin sudah di luar
batas. Bahkan menurutku, dia seperti seorang bocah lima tahunan yang
terperangkap dalam tubuh orang dewasa. Selain sikap polosnya yang tidak wajar,
sikap lainnya yang kusuka adalah... Dia sangat mencintaiku.
***
Dua insan manusia
tengah mengayunkan kakinya pelan –terkesan santai– dengan peluh yang sedikit
membasahi kening mereka berdua. Di minggu pagi yang cerah ini, jalanan Seoul
nampak renggang tak seperti biasanya. Sungguh waktu yang tepat untuk sekedar
berlari pagi.
Sumber siluet jingga
semakin meninggi, membuat pantulan cahaya di atas cairan bening sungai Han yang
nampak tenang. Udara yang masih segar, membuat beberapa orang keluar dari
kediamannya untuk menikmati suasana pagi ini. Hal itu juga terjadi kepada
pasangan kekasih yang sedang melakukan aktivitas jogging bersama, menyusuri setapak pinggir sungai Han yang sudah
terhitung sejak satu setengah jam yang lalu.
“Jisun-ah, kau tidak lelah?” Yixing membuka
suara sembari menatap wajah wanita bermarga Yoo
yang tengah berlari kecil di sampingnya. Bahkan wajah manisnya yang
terlihat kelelahan saat ini, masih terlihat cantik.
“Sudah.” Jawab Jisun
singkat tanpa ada niatan menatap lelaki di sampingnya.
Mendengar jawaban
dari wanita yang notabene adalah pacarnya, Yixing terdiam dan membuat Jisun
berlari seorang diri meninggalkannya. Tak selang beberapa lama, Jisun ikut
menghentikan langkahnya dan memutar untuk menatap Yixing di belakang.
“Kenapa?” Jisun hanya
berujar singkat. Yixing akhirnya berjalan mendekati Jisun yang masih terdiam
dengan satu tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana jogging.
“Kalau sudah lelah,
lebih baik kita sudahi saja.” Yixing menyeka peluh di kening Jisun dengan sapu
tangan biru tosca yang ia ambil dari
saku celana.
Jisun menyimpulkan
senyum tipis melihat perlakuan lembut yang terkesan begitu serius dari
pacarnya. Mengelap perlahan, tak lupa membenarkan posisi anak rambut Jisun yang
berantakan menutupi wajah.
“Tapi... bagaimana
sebelum pulang, kau... menggendongku terlebih dahulu, hm?” Celetuk Jisun ber-aegyo ria.
Si pendengar ucapan
tak lantas menjawab. Ia hanya mengerjapkan matanya beberapa kali. Oh, mungkin
ia tengah terhipnotis akan aegyo andalan
Jisun.
“Ayo!” Yixing
langsung menekuk lutut, memberi isyarat agar Jisun segara naik ke punggungnya.
Jisun tersenyum penuh kemenangan dan segera naik ke punggung Yixing tanpa ragu.
Hap~
“Apakah aku bertambah
berat?” Jisun membekap erat-erat leher Yixing saat tubuhnya telah bergantung.
Jarak yang telah terkikis, membuat Jisun benar-benar sulit mengontrol gemuruh
di dadanya. Ups! Jangan lupa aroma khas tubuh Yixing yang menyeruak ke indera
penciumannya, itu benar-benar membuat hati Jisun meronta kesenangan.
“Tidak. Kau selalu
ringan seperti kapas.” Tukas Yixing mulai melangkahkan kakinya lagi walau beban
pada dirinya bertambah. Ia tidak merasa kelelahan, ia justru bertambah senang.
“Yixing...” Jisun kembali berujar manja.
“Ya.”
“Aku ingin soft drink.” Ucapan Jisun membuat Yixing
memberhentikan langkahnya –lagi–. Nampak manik mata Yixing mengerjap beberapa
kali sembari menoleh ke kanan-kiri. Sampai pada akhirnya, ia melihat bangku
besi panjang yang berada tak jauh dari posisinya.
“Tunggu di sini.
Jangan kemana-mana, aku akan mencarikan soft
drink. Paham?” Yixing mendudukkan Jisun di bangku panjang tersebut. Ia
berujar dengan aksen yang terdengar memerintah namun terkesan lembut. Tak lupa
mencubit hidung mungil Jisun yang selalu membuatnya gemas.
“Siap, bos!” Jisun
terkekeh diiringi gelagat hormat yang ia buat-buat dramatis. Menatap kepergian
pacarnya yang berlari-lari kecil mencari sesuatu yang ia minta. Lagi-lagi ia
tersenyum penuh kemenangan.
Semilir angin
menerbangkan anak rambut Jisun. Lalu lalang orang-orang yang melewatinya
membuat dirinya bosan menunggu dan memilih untuk beranjak dari tempatnya
bernaung. Ia melangkahkan kakinya untuk lebih dekat dengan tepi sungai Han.
“Jisun-ah!” panggil suara khas yang telah
tersimpan jelas di memori kepala Jisun.
“Aku’kan sudah bilang
jangan kemana-mana.” Sungut Yixing mengerucutkan bibirnya. Oh, kedua pasangan
ini sama-sama memiliki aegyo andalan
rupanya.
“Ini, untukmu. Rasa
jeruk kesukaanmu.”
Jisun menatap minuman
dalam kaleng tersebut tanpa berniat untuk menyentuhnya. Ia kembali menatap
Yixing dengan tatapan memelas.
“Aku sedang tidak
ingin rasa jeruk. Bagaimana kalau rasa strawberry
saja? Lagipula kau hanya membeli satu, apa kau ingin membuatku menjadi
wanita jahat yang membiarkan pacarnya kehausan.” Tanpa disangka ocehan Jisun
yang terdengar panjang membuat Yixing agak berpikir. Pria berlesung pipi itu
sedikit menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan tersenyum bodoh. Lalu ia
menghela napas pendek.
“Baiklah. Aku akan
menukarnya dengan rasa yang baru, dan membeli satu lagi untukku. Jangan
kemana-mana, paham?” Yixing tersenyum simpul lalu mulai membalik badan dan
segera berlari meninggalkan Jisun yang tengah tersenyum misterius.
“Aku menang lagi
hehehe~” gumam Jisun terkikik geli. Perlahan ia menyusuri tepi sungai Han
dengan berjalan pelan sambil menunggu pangerannya datang.
Kurang lebih 10
menit, Yixing kembali dengan dua kaleng soft
drink berasa sama, yakni strawberry.
Ia tersenyum bangga dan segera mensejajarkan langkahnya di samping Jisun yang
berjalan lamban.
“Ini, rasa strawberry yang kau minta.” Tangan kanan
Yixing terulur untuk memberikan sekaleng soft
drink. Kali ini, Jisun hanya melirik sekilas dan menerima tanpa pikir
panjang.
“Terima kasih.”
Penuturan Jisun yang terdengar tidak semangat membuat otak Yixing bekerja lebih
keras lagi. Digendong? Sudah. Dibelikan soft
drink? Sudah. Menukarkan soft drink rasa
jeruk dengan strawberry? Sudah. Ia
berdehem.
“Apa
lagi yang salah?”
“Jisun-ah, kau kenapa lagi? masih ingin yang
lain? aku akan belikan.” Sergah Yixing menatap Jisun yang menenggak minuman
kalengnya tak bergeming. Seakan ia diacuhkan, Jisun tidak merespon sedikitpun.
Yixing ikut membuka
minuman kalengnya. Ikut menenggak soft
drink rasa strawberry yang
beberapa menit lalu ia beli di minimarket seberang jalan. Matanya agak mengecil
saat merasakan sensasi minuman tersebut. Sensasi sari strawberry memang membuat siapa saja ketagihan. Manis.
“Apakah rasanya aneh?
menurutku rasa strawberry memang
begini. Kau tidak suka?” tanya Yixing memperhatikan merk dan tanggal kadaluarsa
minuman tersebut. Tidak ada yang salah.
Jisun menghentikan
gerakannya lalu menatap intens Yixing yang ikut terpaku. Mata Yixing kembali
mengerjap beberapa kali melihat wajah Jisun yang ditekuk.
“Tidak, tidak aneh.
Hanya saja...” Jisun menggantungkan kalimatnya. Menyelami perasaan Yixing lewat
bola mata yang terus saja beradu dengan tatapannya.
“Karena aku menunggu
lama, aku jadi sangat haus. Jadi aku agak kesal.” Ujar Jisun tak berniat
sedikutpun mengalihkan pandangan. Mengamati ukiran Tuhan yang amat tampan
baginya.
“Lalu?” Yixing dibuat
bingung.
“Oleh karena itu,
bagaimana kalau kita...” imbuh Jisun masih senang untuk menggantungkan
kalimatnya. Sedangkan ekspresi Yixing saat ini, benar-benar menunggu sebuah
jawaban yang membuatnya cemas.
“Bagaimana kalau kita
akhiri saja sampai di sini?” Yixing terperangah. Mulutnya sedikit terbuka
diiringi kornea yang ikut melebar setelah penuturan Jisun sepersekian detik.
“Mak-maksudmu?”
Yixing tergagap dengan otak yang masih berusaha mencerna kata-kata Jisun. Jika
tahu seperti ini jadinya, pasti saat membeli minuman tadi, ia akan berlari
sekuat tenaga. Bahkan jika jantungnya hampir copot, ia akan terus berlari.
“Ya, maksudku lebih
baik kita tidak usah bertemu lagi.”
“Jangan pernah
menyapaku lagi.”
“Jangan pernah berada
di sampingku lagi.”
“Jangan pernah
mengajakku makan siang di kantin kampus lagi.”
“Jangan pernah datang
ke rumahku, untuk menjemputku lagi.”
“Dan jangan berlari
pagi bersama seperti ini lagi.”
Sukses. Rentetan kata
itu mencelos begitu saja dari mulut mungil Jisun. Kali ini ia menunduk tak
berani menatap mata sayu Yixing yang nampak tak percaya. Apakah kesalahannya
begitu besar? Sungguh ia menyesal. Jisun berdehem lalu dengan sedikit
keberanian menatap Yixing yang kini menunduk –dengan tatapan kosong–.
“Ji-jisun-ah, maafkan aku. Kumohon, aku
benar-benar tidak berniat membuatmu kecewa. Tapi sungguh, untuk mengakhiri ini
semua aku belum siap. Berikan aku satu kesempatan.” Yixing berujar parau. Ia
mengepalkan tangannya dengan rahang yang sudah mengeras karena tak kuasa menahan
amarah akibat kebodohannya terlambat membawakan minuman. Itu perlu digaris
bawahi, terlambat membawakan minuman.
“Kumohon. Aku tidak
akan pernah membuatmu kecewa lagi. Satu saja kesempatan.” Kini Yixing melirih
dengan terus menunduk. Kekesalan menguasai perasaannya sendiri. Ia bukan pria
yang baik untuk wanitanya.
Diam-diam, Jisun
tertawa dalam hati. Lagi-lagi ia menang. Ia menatap wajah Yixing yang tertunduk
dengan senyuman jahil. Beginikah rasanya menjahili seorang pacar?
Chu~
Bibir tipis Jisun mendarat
sekilas di pipi Yixing. Membuat si pemiliknya agak mendelik untuk kedua kalinya
karena terkejut. Yixing akhirnya memusatkan pandangannya lagi ke wanita
bersurai panjang itu. Yang ditatap hanya terkikik geli.
“Bodoh! Bagaimana
mungkin aku memutuskanmu hanya karena masalah sepele.”
“Aku ini bukan wanita
yang jahat, Yixing-ah.”
“Ah... tidak. Aku
cukup jahat karena mengerjai pacarku sendiri sampai panik.”
“Tapi, aku sudah
membayarnya dengan sebuah hadiah singkat tadi hehehe~”
Deretan ujaran Jisun
membuat Yixing berpikir panjang untuk kedua kalinya. Perlahan, sudut bibirnya
terangkat membentuk lengkungan manis dan membuat pipinya menampakkan sesuatu
yang hanya dimiliki oleh orang tertentu saja.
“Jadi... kau hanya
bercanda?” penuturan Yixing hanya mendapat balasan anggukan dari Jisun. Hingga
pada akhirnya, sebuah rengkuhan hangat diberikan kepada Jisun sebagai pertanda
rasa senangnya.
“Terima kasih. Terima
kasih, Jisun-ah.” Yixing semakin
mempererat pelukan. Meleburkan rasa cemas karena kejahilan pacarnya dengan
memeluk wanita itu. Ia tersenyum bahagia
–sangat–.
“Bagaimana mungkin
kau mempercayaiku? Dan sekarang kau masih menganggapnya serius hehehe~” kekeh
Jisun ikut melingkarkan lengannya ke punggung Yixing, mengabaikan tatapan
orang-orang yang memperhatikan mereka berdua. Ada yang terkikik geli,
berbisik-bisik, bahkan ada yang memotret mereka dengan ponsel genggam.
“Aku tidak peduli
dengan kejahilanmu. Intinya aku berterima kasih karena kau memberiku kesempatan
satu kali lagi.” Yixing berujar pelan tanpa memberi tanda-tanda untuk
melepaskan tubuh kecil Jisun.
“Uhm, bisakah kau
sudahi adegan drama ini. Banyak yang melihat.” Jisun tersadar lebih dahulu.
Membuat Yixing segera bergeming.
“Maaf.” Yixing hanya
berdehem lalu menunduk beberapa kali ke sekitar. Menunduk ke beberapa orang
yang ternyata dari tadi memperhatikan mereka. Orang-orang tersebut memberikan
senyuman yang sulit diartikan. Dasar anak muda!
“Aku tidak tahu kalau
efek kejahilanku akan seperti ini.” Gumam Jisun masih terkikik geli. Jika tidak
banyak orang yang memperhatikan mereka, mungkin ia telah tertawa sampai
berguling-guling di tanah sembari memegangi perutnya yang seperti digelitiki.
“Maafkan aku, Yixing-ah.” Imbuhnya lalu tersenyum.
Yixing membalas
senyuman Jisun tak kalah hangat.
“Asal kau senang, itu
tak masalah bagiku.”
“Yang perlu kau tahu,
aku sangat mencintaimu. Aku akan menjadi pria yang terbaik lainnya selain
ayahmu.” Lanjut Yixing menangkup kedua pipi Jisun yang tirus. Ia tersenyum
lagi.
“Aku juga
mencintaimu, pria China yang polos.”
“Dia tidak polos, dia juga tidak
bodoh. Justru dia sangat romantis, dan dia adalah pria paling baik selain
ayahku.” – Yoo Jisun
END~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar