Goodbye My First Love




Tittle : Goodbye, My First Love || Cast : Byun Baekhyun, Kang Minji, Park Chanyeol, Seo Hyunmi || Genre : Sad, Hurt, Little Romance || Rating : T || Length : Oneshot || Author : K-Writer


Backsound  :

  • Jin – Gone

  • Hyorin – Goodbye


---o0o---


Hari berlalu, 1 hari, 2 hari, 3 hari

Meninggalkan kenangan di setiap detiknya


Hari berlalu, 1 hari, 2 hari, 3 hari

Tertelan oleh waktu yang terus berjalan


Aku terus menunggu seperti orang bodoh

Mengharapkanmu, menginginkanmu, mengingatmu


Sampai kutahu bahwa hanya aku yang melakukan itu

Mengejarmu, menunggumu, mencintaimu


Pada akhirnya waktu semakin jauh meninggalkanku

Meninggalkanku dengan sejuta kenangan kepahitan


Aku berlari mengejarnya kembali

Berusaha keluar dari jeruji masa lalu yang menyakitkan

Mengejar waktu yang dulu sempat aku sia-siakan


***


Seorang mahasiswa dengan name-tag bernama lengkap Byun Baekhyun memarkirkan mobil audi hitamnya di pinggir jalan. Senyuman tipis terpancar jelas di raut wajahnya yang selalu terlihat ceria. Untuk menuju tempat ini saja, ia harus membolos 2 jam pelajaran di kampus.


Ia keluar dari mobil dengan merapikan sedikit rambutnya yang acak-acakan. Seraya melangkahkan kakinya ke sebuah rumah kaca yang di dalamnya terdapat berbagai macam tanaman-tanaman hias, terutama berbagai jenis bunga. Ia kurang senang dengan yang namanya bunga, berbanding terbalik dengan ibunya di rumah yang sangat terobsesi. Alasan itulah yang membuat Baekhyun sering sekali datang ke tempat ini.


Toko Bunga Tanpa Nama


Terkadang Baekhyun terkikik geli saat membaca papan nama toko bunga itu –lagi–. Sungguh nama yang unik dan jarang sekali orang menggunakannya. Pasti orang yang menjaga dan memberikan nama toko bunga ini sudah benar-benar kehabisan ide. Ya, orang yang menjaga toko bunga ini adalah orang yang berhasil memikat hati Baekhyun tak berkutik. Jadi jika ibu Baekhyun sangat terobsesi dengan bunga, Baekhyun sendiri sangat terobsesi dengan orang penjaga toko bunganya –ini–.


“Annyeong!” sapa Baekhyun tatkala masuk ke rumah kaca ini. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut yang dipenuhi warna-warni cantik nan natural. Tak ada jawaban seperti biasanya. Baekhyun memang sudah hapal betul dengan tempat ini, setiap ia mengucapkan salam pasti tidak akan ada yang menjawabnya.


Baekhyun kemudian berjalan pelan sambil melihat kesekelilingnya. Ada bunga mawar, gardenia, aster, tulip, melati, anggrek, iris, krisan, bougenville, peony dan jenis-jenis lainnya yang selalu tampak subur dan tersusun rapi. Jujur, Baekhyun tidak terlalu paham akan nama-nama bunga di toko ini, ia cuma ingat dengan satu nama, yakni Kang Minji –penjaga toko bunga–.


Seorang wanita menghampiri Baekhyun dengan tergesa-gesa. Rambutnya hitam dikuncir sebelah, kulitnya putih bersih walaupun sering berkontakan langsung dengan tanah, serta ada sedikit peluh yang menghiasi wajah manisnya. Ya, itu dia Kang Minji.


“Uhm... kali ini apakah ada bunga lilac ungu?” tanya Baekhyun agak gugup. Padahal ia sering bertemu dengan Minji –hampir setiap hari ia sempatkan–, tapi tetap saja ia merasa sangat gugup. Ia pasti selalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal jika berpapasan langsung dengan Minji.


Minji tersenyum tipis dengan sedikit mengangguk. Senyuman yang mampu membuat detak jantung seorang Baekhyun berpacu lebih cepat. Hal yang lebih mengejutkan lagi, Baekhyun tidak pernah tahu suara Minji. Ia hanya tahu senyumannya, ia hanya tahu jika Minji adalah penjaga toko bunga ini. Tidak lebih. Bahkan ia tahu nama gadis itu dari pelanggan bunga yang datang tempo hari, bersamaan dengan dirinya yang tengah mencari bunga casablanca putih untuk ibunya.


Tak butuh waktu lama, Minji datang dengan sebuket bunga lilac ungu yang nampak segar dan terawat. Baekhyun menarik sudut bibirnya membuat sebuah lengkungan manis dan menerima sebuket bunga lilac dari genggaman Minji tadi.


Tak sengaja tangan mereka berdua saling bersentuhan. Baekhyun dan Minji sama-sama terlarut dalam suasana. Bahkan bukan hanya kontak saraf, kedua manik mata mereka kini juga saling bertemu. Ayolah, jantung Baekhyun hampir meledak karena hal ini. Rona wajah mereka berdua menjadi merah padam.


“Maaf.” Ujar Baekhyun singkat lalu memberikan beberapa lembar won ke Minji. Minji kembali tersenyum dan menerimanya.


Baekhyun keluar dari toko bunga tersebut dengan senyuman yang lebih lebar daripada saat ia datang. Ia harus berterima kasih kepada ibunya yang sangat menyukai bunga. Paling tidak bunga lilac itu tak akan sisa-sia, Baekhyun pasti langsung memberikan bunga itu untuk ibunya di rumah.


“Bunga lilac itu melambangkan cinta pertama.”


***


“Yeol, aku ingin memberitahukan hal penting.” Baekhyun mendekatkan bangku kantin yang ia duduki ke temannya yang sedang lahap memakan semangkuk jjangmyeon.


“Nde. Apa?” ujar Chanyeol –teman Baekhyun– dengan mulut yang masih sibuk mengunyah lalu mengambil segelas air di sampingnya untuk diminum.


“Aku rasa... aku sedang jatuh cinta.” Baekhyun memelankan suaranya ke indera pendengaran Chanyeol. Teman laki-lakinya itu sampai tersedak dikala aktivitasnya barusan.


“Apa?! Benarkah?!” Chanyeol membulatkan matanya sangat lebar. Ia kaget sekaligus bahagia. Akhirnya temannya yang satu ini merasakan yang namanya cinta.


“Nde.” Balas Baekhyun menatap lekat-lekat meja kantin di hadapannya dengan tertunduk.


“Lalu?” tanya Chanyeol kini mengarahkan bangkunya menghadap Baekhyun. Ia menopang kepalanya dengan tangan yang ia tumpukan di meja kantin.


“Apa yang harus kulakukan?” gersah Baekhyun menurunkan sudut bibirnya cemberut dengan menoleh ke arah Chanyeol yang melongo. Sepertinya pertanyaannya barusan agak ambigu.


Puk!


Chanyeol memukul kepala belakang Baekhyun cukup keras sampai membuat Baekhyun sendiri tersentak ke depan. Yang dipukul meringis sambil memegangi kepalanya yang sedikit berdenyut karena ulah pria tinggi di sampingnya.


“Yak! apa yang kau lakukan?!” bentak Baekhyun.


“Kau menyukainya?” Chanyeol tidak memperdulikan bentakan Baekhyun.


“Sudah jelas bukan.” Jawab Baekhyun merengut.


“Kau mencintainya?”


“Sepertinya begitu.”


“Kau menginginkan dia menjadi milikmu?”


Baekhyun nampak berpikir. Ia benar-benar telah terobsesi dengan wanita penjaga toko bunga bermarga Kang tersebut. Tetapi untuk menjadikannya pacar, Baekhyun masih –agak– ragu. Entahlah, Baekhyun menganggap ini terlalu cepat. Ia baru saja bertemu dengan wanita itu sekitar 2 mingguan. Tapi, beberapa bagian kecil dari hatinya terus memaksanya untuk mengatakan “ya”.


“Uhm... ba-bagaimana... caranya?”


“Yak! untuk apa kau diberikan otak, ha?! yasudah jelas, nyatakan saja perasaanmu padanya.” Cerca Chanyeol mendengus. Hati Baekhyun baru pertama kali dalam posisi siaga 1 seperti ini.


“Tapi kalau dia menolakku bagaimana?”


“Buat agar dia tidak menolakmu.” Jelas Chanyeol. Di sini Chanyeol lebih berperan sebagai dokter cinta –mungkin–.


“Tapi ini baru pertama kalinya. Tidak seperti kau yang sudah sering bergonta-ganti pasangan.” Baekhyun tersenyum miring ke arah Chanyeol. Sindiran Baekhyun hanya membuat Chanyeol berdehem pelan lalu mengalihkan pandangan.


“Justru karena pertama kali, kau harus berusaha mendapatkannya. Cinta pertama itu sulit untuk dilupakan.” Terang Chanyeol.


“Yak! jadi kau masih mengingat masa-masa pacaranmu dengan Hyemi sunbae? akan aku adukan ke Soojin nanti hehehe~” ancam Baekhyun yang membuat Chanyeol membelalakkan kedua bola matanya.


“Dasar brengsek!” umpat Chanyeol kesal sendiri melihat Baekhyun yang tertawa puas meledeknya.


***


Baekhyun mengendap-endap di depan toko bunga milik Minji layaknya seorang pencuri. Hari ini dia akan menyatakan perasaan ke pujaan hatinya. Setelah mendapat beberapa saran dari Chanyeol, akhirnya ia memantapkan diri untuk menyatakan perasaannya ke Minji. Jantungnya saat ini mungkin memompa sepuluh kali lebih cepat dari yang biasanya.


Pria bermata kecil itupun masuk tanpa mengeluarkan suara sedikitpun –ingin membuat kejutan mungkin–. Langkahnya hati-hati agar Minji tidak bisa mendengar keberadaannya.


Seorang wanita menekuk lututnya tak jauh dari tempat Baekhyun berada. Wanita itu nampak tengah beradu dengan sekop taman serta pupuk yang ada di dekatnya. Masih dengan hati-hati, Baekhyun melangkahkan kakinya perlahan tanpa ingin keberadaannya saat ini diketahui oleh Minji. Minji berjongkok membelakangi Baekhyun.


“Uhm... Minji-ssi.” Tutur Baekhyun pelan tanpa ada balasan yang menyahuti. Bahkan Minji tidak bergeming dari tempatnya.


“A-a-aku...” Baekhyun menggantungkan kalimatnya. Ia mengambil napas sebanyak-banyaknya untuk mengucapkan sesuatu. Jari-jarinya terus saja ia tautkan sembarang di belakang punggung menahan rasa gugup.


“Mencintaimu!” sambung Baekhyun lantang.


Minji sedikit bergeming lalu menolehkan wajahnya ke arah Baekhyun yang berdiri tegap di belakangnya. Ia tersenyum melihat kedatangan Baekhyun yang entah sejak kapan. Minji bangkit, sedangkan Baekhyun masih diam terpaku.


Senyumnya bertambah lebar tatkala Baekhyun menatapnya dalam-dalam. Sampai pada akhirnya Baekhyun menyimpulkan bahwa itu adalah sebuah jawaban. Baekhyun ikut tersenyum membalas Minji. Dengan spontan, Baekhyun langsung menarik Minji ke dalam pelukannya. Ia senang –sangat–.


“Ahh... maaf.” Baekhyun sadar dari tindakan bodohnya. Lagi-lagi ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kini ganti Minji yang terpaku.


“Aku hanya sedang dalam keadaan senang luar biasa.” Imbuh Baekhyun pelan lalu kembali mengedarkan pandangan. Minji menatap bingung Baekhyun, walaupun beberapa saat kemudian ia kembali tersenyum melihat tingkah konyol pelanggannya yang satu ini.


“Cinta pertamaku berhasil, Yeol.” Batin Baekhyun bangga.


***


Keesokan harinya Baekhyun kembali datang ke toko bunga yang notabene-nya saat ini adalah toko bunga milik pacarnya. Sepertinya Baekhyun terlalu sering menyimpulkan sesuatu dengan cepat. Padahal kemarin ia hanya menyatakan perasaan, tidak secara langsung meminta Minji untuk menjadi pacarnya, bukan? Huh, mungkinkah untuk seorang pemula memang seperti itu?


Baekhyun kembali memberhentikan mobilnya di tempat yang selalu sama. Senyum lebar di wajahnya memudar tatkala melihat papan kecil yang bertuliskan “tutup” bergantung di pintu masuk rumah kaca itu.


“Ahh... kenapa harus tutup? padahal hari ini aku ingin mengajaknya jalan-jalan.” Gerutu Baekhyun dalam hati.


“Mungkin hari ini dia ada urusan. Besok saja aku kemari lagi. Waktumu untuk bersamanya masih sangat panjang, Baek.” Baekhyun bermonolog. Ia lalu memilih untuk mengendarai mobilnya pergi dari tepi jalan tersebut. Meninggalkan rasa kekecewaan karena belum bisa mengajak Minji jalan-jalan hari ini.


Baekhyun kembali datang keesokan harinya, tapi keadaan semuanya masih tetap sama. Tutup. Begitu pula seterusnya, papan yang menyatakan toko bunga itu tutup belum saja lepas dari tempatnya.


***


“Ini sudah satu bulan sejak kepergianmu setelah aku menyatakan perasaan. Sebenarnya kau pergi kemana?” lirih Baekhyun menatap lamat-lamat rumah kaca itu. Tanaman-tanaman di dalamnya mulai nampak layu.


Baekhyun menelan semua rasa sakit dan kepahitannya dalam-dalam. Bahkan semenjak hari dimana ia menyatakan perasaannya, sosok yang ia cari belum muncul lagi. Apakah di hari itu juga ia sudah membuat kesalahan sampai Minji pergi meninggalkannya?


“1 hari, 2 hari, 10 hari, 1 bulan, 2 bulan, 5 bulan, mungkin bisa aku lalui. Tapi aku ragu jika terus begini kedepannya, aku takut hatiku tidak kuat menahan rasa perih.” Baekhyun memejamkan matanya rapat-rapat. Menahan bulir bening yang mungkin akan merembes walaupun adanya sedikit celah kecil.


***


Aku rindu kenangan bersama dirimu

Senyummu, aromamu, matamu, bibirmu


Aku terus berdiri di sini seorang diri

Aku terus mencintaimu di sini seorang diri

Aku terus mengharapkanmu di sini seorang diri

Aku terus mengingatmu di sini seorang diri


Aku terkurung dalam kenangan masa lalu

Aku tertinggal dalam cinta yang membuatku buta


Aku terus menunggu, masih menunggu, dan mulai lelah menunggu

Aku terus mengingat, masih mengingat, dan mulai lelah mengingat


Pada akhirnya aku menyerah

Menghapus semua ukiran namamu di hatiku

Menyimpannya dalam memori tak terlupakan


Waktu yang memaksaku untuk melupakanmu

Sekarang di sinilah aku, hanya kau yang tidak di sini


***


~ 2 Tahun Kemudian ~


“Baek, bagaimana dengan persiapan pernikahanmu?” Chanyeol membuka suaranya di sela-sela kegiatan menghabiskan jjangppong yang barusan ia pesan.


“Ahh... sudah hampir 90% semuanya beres.” Jelas Baekhyun menyesap lemon tea pesanannya tadi.


“Benarkan kataku? cinta pertama itu sulit untuk didapatkan.” Sungut Chanyeol masih sibuk sendiri dengan makanannya. Baekhyun hanya sedikit berdehem lalu kembali menyesap minumannya dengan sedotan.


“Untung saja ada Hyunmi yang membuat kau melupakan cinta pertamamu itu. Semoga setelah kau menikah dengannya, kau akan bahagia.” Ujar Chanyeol sambil memainkan sumpitnya di udara. Baekhyun terkekeh renyah.


“Bahkan saat ini masih sulit untuk melupakannya.” Baekhyun membatin dengan senyuman miris.


“Ahh... aku pulang duluan, Yeol. Jangan lupa datang ke acara pernikahanku lusa. Ajak juga Jihyun, istrimu. Saat dipesta nanti, aku akan membandingkan. Aku ingin melihat apakah kau cocok dengannya, atau kau lebih cocok dengan Hyemi sunbae cinta pertamamu, atau mungkin malah lebih cocok dengan Soojin pasanganmu yang paling lama.” Baekhyun kembali terkikik. Dirinya sangat puas jika meledek Chanyeol.


“Dasar brengsek!” cibir Chanyeol hampir meledak dalam hati. Ingin rasanya menyumpal mulut Baekhyun dengan tong sampah agar tidak mengeluarkan kata-kata pedas.  


Baekhyun keluar dari cafe tadi dengan senyuman kemenangan. Ia melangkahkan kakinya ke mobil yang terparkir di tepi jalan. Ia kembali mengingat cinta pertamanya di dalam mobil. Sosok yang tidak pernah mengeluarkan suara sedikitpun, sosok yang selalu tersenyum ramah kepadanya, sosok yang selalu bergelut dengan tanah dan bunga-bunga seperti ibunya.


Baekhyun kembali merindukannya, walaupun sekarang ia sadar bahwa Seo Hyunmi –teman satu jurusannya di kampus–  telah menggantikan posisi itu. Ia dan Hyunmi akan menikah lusa.


“Apa yang belum aku persiapkan untuk lusa?” pikir Baekhyun menyudahi kegiatan bernostalgianya ke masa lalu.


“Bunga. Aku belum memesan bunga penghantar pernikahan.” Baekhyun menepuk keningnya. Bagaimana mungkin hal sepele seperti itu ia lupakan.


Akhirnya Baekhyun mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia masih sedikit memikirkan sosok yang sempat mengisi ruang lingkup hatinya dulu. Sampai tidak sadar, Baekhyun kini malah membawa mobilnya ke rumah kaca yang berisi dengan kenangan pahit.


Buka


Baekhyun menelan saliva-nya dalam-dalam. Matanya masih dalam keadaan sehat saat membaca papan bertuliskan “Buka” di pintu rumah kaca tersebut. Pemikirannya kembali bergelut hebat dengan perasaannya. Ya, alasan satu-satunya yang bisa ia gunakan untuk ke dalam toko bunga itu adalah... hanya sekedar untuk memastikan.


Kring!


Kini pintu toko bunga itu sudah memiliki lonceng yang menggantung di atasnya, membuat lonceng itu bersuara tatkala pintunya dibuka. Baekhyun kembali mengedarkan pandangan, masih belum banyak yang berubah.


Seorang wanita datang dengan sekop taman yang masih ada digenggamannya. Melihat kedatangan wanita itu, kini mata Baekhyun sedikit melebar, jantungnya kembali berdetak tidak normal. Hal yang sama dirasakan oleh wanita itu, ia menatap Baekhyun dari atas sampai bawah dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedetik kemudian ia menyunggingkan satu senyuman. Satu senyuman yang sangat Baekhyun rindukan.


“Kau... Byun Baekhyun, bukan?” tanya wanita itu ragu. Ia membuka suaranya. Baekhyun semakin terpaku saat mendengar suara lembut wanita itu. Pujaan hatinya dulu.


“Nde.” Ucapan Baekhyun terdengar parau. Ia berusaha keras hanya untuk menjawab pertanyaan wanita itu.


“Mau minum teh?” tawar wanita itu.


Baekhyun nampak menimang-nimang tawaran wanita itu. “Nde.”


***


“Bagaimana anda bisa tahu namaku? apa dulu aku pernah mengatakannya?” Minji berujar setelah menyesap teh hangatnya di bangku besi panjang halaman belakang toko bunga ini.


“Uhm... sewaktu itu ada pelanggan yang memanggil namamu? Ya... dengan cepat aku menyimpulkan bahwa itu namamu.” Jelas Baekhyun di samping Minji ikut menyesap teh-nya.


“Ngomong-ngomong, selama ini kemana saja?” akhirnya Baekhyun bisa mengeluarkan pertanyaan yang selama ini mengganjal di hati. Ia sedikit melirik ke wanita bersurai hitam legam itu menunggu jawaban.


“Ahh... aku berobat ke Jerman dan baru seminggu yang lalu datang ke Seoul.” Minji mengarahkan pandangannya lurus ke depan. Memandang bunga-bunga yang mulai bermekaran mengisi rumah kaca ini setelah lama ditinggal olehnya.


“Berobat? memang sakit apa?”


“Dulu... hmm... aku tidak bisa berbicara dan tidak bisa mendengar.” Minji tersenyum tipis saat menuturkan kalimatnya barusan. Untuk kedua kalinya, mata Baekhyun melebar sempurna. Hatinya kembali tertohok.


“Jadi ini sebabnya kau tidak pernah menjawab sapaanku?” umpat Baekhyun dalam hati.


“Aku membuka toko bunga ini hanya sekedar hobi. Yah, awalnya memang sedikit kesulitan saat berkomunikasi dengan pelanggan. Tapi akhirnya aku mulai terbiasa saat melihat pergerakan bibir mereka.” Minji kembali menjelaskan.


“Oh ya, dulu sebelum aku pergi kau sempat memelukku tiba-tiba. Kalau tidak salah, saat itu kau bilang bahwa dirimu sedang senang. Apakah penafsiranku tidak salah?” imbuhnya lagi lalu menoleh ke arah Baekhyun. Menatap setiap lekuk wajah Baekhyun yang sama sekali tidak berubah. Tetap tampan.


Hati Baekhyun mencelos saat mengingat kejadian itu. Ia kembali terlarut dalam masa lalunya yang kelam. Jadi... jadi ini alasannya.


“Jadi inilah alasan yang selalu mengganggu tidurku. Aku terlalu gegabah sampai menyimpulkan sepihak. Waktu itu aku menyatakan perasaan saat kau membelakangiku. Berarti, secara tidak langsung kau tidak mengetahuinya? bahkan sampai sekarang?” Baekhyun mengumpat. Ia merasa bahwa saat ini dialah orang paling bodoh sedunia. Ia tersenyum miris mengingat kebodohannya.


“Maaf, kau melamun.” Minji membuyarkan lamunan Baekhyun. Ia bosan menunggu sebuah jawaban yang tak kunjung keluar dari mulut Baekhyun.


Baekhyun tersadar. “Oh, waktu itu... waktu itu aku menyatakan perasaan ke seseorang. Hari itu membuatku sangat bahagia.”


“Apakah kau sangat merasa bahagia bersamanya sampai memeluk orang lain seperti aku?” tanya Minji lagi. Ia menatap pria di sampingnya intens.


“Hmm... Awalnya aku kira begitu, sampai pada akhirnya hatiku mulai goyah. Setelah hari-hari yang begitu membahagiakan, aku melewati hari-hari yang sangat menyakitkan. Hari-hari dimana aku mulai berpikir bahwa dia hanya berbohong mencintaiku. Pada akhirnya aku memutuskan untuk melupakannya.” Cerita singkat Baekhyun hanya membuat Minji berdehem canggung sembari menyesap teh-nya –lagi– dan menatap lurus ke depan.


“Terkadang untuk merasakan yang namanya cinta, harus ada yang merasakan sakit.” Tutur Minji.


Kini ganti Baekhyun yang menatap wanita di sebelahnya. Ia mengumpat dalam hati kenapa semuanya menjadi seperti ini. Mengapa hal ini bisa terjadi kepada dirinya? Ia terlalu bodoh. Andaikan... andaikan waktu bisa diputar ulang.


“Hmm... ngomong-ngomong, kau sendiri mengetahui namaku dari mana?” Baekhyun ganti bertanya. Minji sedikit merubah ekspresinya dengan mengerjapkan mata beberapa kali.


“A-aku waktu itu membacanya di name tag-mu. Yah, bukannya waktu itu kau sering berkunjung kemari?” tangan Minji nampak bergerak-gerak kecil mengitari cangkir teh yang ia genggam saat menjawab pertanyaan Baekhyun.


“Oh, begitu.” Baekhyun mengangguk pelan sampai sebuah atmosfer canggung mulai terasa. Entah sudah berapa kali ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.


Drrtt... Drrtt...


Ponsel Baekhyun berdering menutup atmosfer kecanggungan sementara. Minji sedikit menoleh ke arah Baekhyun yang kini tengah menerima panggilan.


“Halo?”


“Halo, sayang. Kau dimana? bukankah seharusnya kau membantuku menyiapkan pernikahan kita lusa. Apa kau tega tidak membantu calon istrimu ini?” seorang di seberang telepon berujar manis. Itu Seo Hyunmi –calon istri Baekhyun–.


“Oh, nde. Aku ini juga sedang mencari bunga untuk penghantar pernikahan. Aku akan ke sana sebentar lagi.” Jawab Baekhyun memelankan volume suaranya walaupun Minji sendiri masih bisa mendengar jelas perkataan Baekhyun. Ia sudah bisa mendengar tanpa memiliki kekurangan lagi.


“Okay, sampai bertemu nanti. Aku cinta kamu, Baekkie!”


“Nde. Aku juga mencintaimu, Seo Hyunmi.” Balas Baekhyun diliputi rasa canggung karena adanya keberadaan Minji di sisinya.


Pip...


Baekhyun berdehem pelan setelah selesai mengobrol singkat dengan Hyunmi lewat perantara telepon. Ia kembali merasa canggung saat bersama dengan Minji seperti ini. Begitu pula dengan Minji yang sedari tadi hanya memainkan cangkir teh-nya yang sudah kosong.


“Uhm... Minji-ssi. Bisakah aku memesan sebuket bunga penghantar pernikahan?” ujar Baekhyun berat. Bahkan ia sempat ingin tidak berucap.


“Nde, tentu saja. Untuk kapan?” tanya Minji menampilkan sedikit senyuman.


“Untuk lusa.”


“Dan... bisakah kau datang pada hari itu? ke acara pernikahanku? melihatku menggunakan setelan jas pernikan. ”


***


Saat impian manis yang kuinginkan menjadi kemustahilan


Saat kata cinta yang kuutarakan menjadi hal yang sia-sia


Saat waktu berjalan mundur menjadi sebuah kenangan menyakitkan


Saat itulah aku benar-benar sadar

Kau bukan untukku, kau bukan tulang rusukku


Selamat tinggal, cinta pertama

Aku telah menemukan seseorang yang lain 


Seseorang yang lebih baik untukku

Walaupun nyatanya kau lebih istimewa di hatiku


END


Tidak ada komentar:

Posting Komentar